Peristiwa Terkini | Rakyat Melarat, Gaji Anggota Dewan Dinaikkan 2 Kali Lipat
September 12, 2017
Rencana kenaikan gaji anggota DPRD yang mencapai tiga kali lipat mendapat sorotan dari banyak pihak. Pasalnya, hampir sebagian masyarakat menilai, kinerja lembaga legislatif cenderung minor.
Bahkan tidak sedikit dari masyarkat di daerah yang sama sekali asing dengan pengetahuan tentang fungsi dan kedudukan parlemen karena selama ini tidak pernah berinteraksi langsung dengan mereka.
Salah satunya Slamet (55), warga Kelurahan Purbalingga Kulon, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah. Dia mengaku tidak ingat kepada siapa memberikan hak suara saat pemilihan legislatif 2014 lalu. Bahkan saat ditanya soal fungsi DPRD dalam pemerintahan daerah, Slamet hanya tertawa.
“Enggak tahu, Mas. Lupa nyoblos siapa. Fotonya (caleg) banyak banget dan enggak ada yang kenal. Kalau bupati sama presiden kan kelihatan, mimpin negara, kalau anggota dewan mungkin kerjanya bagi-bagi proyek sama korupsi,” katanya.
Hal senada juga diungkapkan oleh Surya (27), warga Desa Toyareka, Purbalingga. Dia menilai bahwa anggota DPRD hanya wakil dari konstituen yang memberi suara kepadanya, bukan wakil rakyat secara menyeluruh. Agen Casino Online
“Pilihan saya pas Pileg enggak jadi, makanya buat minta apa-apa susah. Yang makmur itu yang calonnya jadi, bisa diaspal jalan desanya,” ujarnya.
Banyak tudingan negatif terkait kinerja legislatif baik di daerah maupun di pusat menjadi semacam paradoks di tengah klaim tentang prestasi yang mereka bangun sendiri.
Jika ditilik dari produktivitas legislasi, pada tahun anggaran 2017, Badan Legislasi (baleg) DPRD Purbalingga menarget 29 Perda dapat diteken. Namun kenyataannya, memasuki bulan kesembilan, tidak ada separuh yang telah ditetapkan.
“Sampai september ini baru 17, hanya saja enam di antaranya merupakan Perda luncuran tahun 2016 yang belum selesai. Jadi total sekarang yang masuk Prolegda tahun 2017 baru 11 Perda,” kata Humas Sekretariat DPRD Purbalingga, Wahyu Permadi, ketika dihubungi, Jumat (8/9/2017).
Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Ahmad Sabiq, mengatakan, secara garis besar, kenaikan tunjangan belum sebanding dengan kinerja wakil rakyat baik di tingkat DPRD, maupun DPR RI.
Kinerja yang dimaksud, lanjut Sabiq, bisa dilihat dari tingkat kehadiran. Statistik absensi para wakil rakyat secara umum masih memprihatinkan. Begitu pula dengan kinerja trifungsi parlemen di Indonesia. Bandar Casino Online
“Prolegda atau produk hukum yang berasal dari inisiatif dewan, masih minim secara kuantitas. Apalagi secara kualitas, banyak produk legislasi tersebut tdak menjawab problema yang dirasakan oleh masyarakat,” katanya.
Dalam hal monitoring, DPRD kurang awas dalam mengontrol penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Sebab, pada pembahasan apa pun, anggota dewan melalui fungsi di masing-masing alat kelengkapan belum bersikap kritis dalam memperjuangkan kepentingan publik. “Lebih banyak nurut sama eksekutif,” ujarnya.
Setali tiga uang, Indaru Setyo Nurprojo, pengamat sekaligus Direktur Institut Negeri Perwira, memandang, kenaikan tunjangan diberikan bukan berdasar kinerja, namun lebih cenderung politis.
“Ya secara politik, momen keluarnya Perpes tersebut adalah untuk mengakomodasi kepentingan partai di parlemen, untuk menarik simpati dan dukungan legislatif terhadap rezim yang sedang berkuasa sekarang,” katanya.
Berkaitan dengan kinerja, perdebatan akan selalu terjadi selama gap informasi dan komunikasi antara anggota dewan dengan masyarakat yang diwakilkan tidak dihilangkan. Kecenderungan anggota dewan tidak dapat membedakan jika mereka adalah wakil rakyat bukan hanya wakil partai.
“Dengan gaji yang sebesar itu, peran dan fungsi mereka sebagai anggota legislatif harus lebih optimal. Publikasi dalam menjalankan fungsinya harus juga disampaikan ke publik dengan baik dan transparan,” ujarnya.